Dan…
Dua tahun pun berlalu, saat itu keceriaan menyelimuti wajahnya karena si Anak kecil itu telah memiliki banyak teman, ia begitu riang berlari dan bermain bersama dengan teman-temannya, lupa akan kesedihan yang dirasakannya ketika pertama kali ia berada di rumah budhenya. Keceriaan itu mampu menutupi kerinduannya akan masa-masa bersama dengan adiknya dan saudara-saudara yang lainnya, dan karena tak lama lagi ia akan duduk dibangku sekolah dasar. Ketika hari itupun tiba, dengan seragam dan sepatu barunya, dengan kening mengkilat karena minyak urang aring, ia bergegas bersama pakdenya yang kemudian ia panggil bapak menuju Sekolah SD yang berjarak kurang lebih 1 km dari rumahnya. “Coba lihat giginya, dah tumbuh belum” kata ibu guru yang belum ia kenal, anak kecil itupun meringis seolah ingin menampakkan giginya yang hitam dan habis karena gigis. Nah sekarang coba pegang telinganya kirinya dengan tangan kanannya, lingkarkan ke atas kepala ya” lanjut ibu guru. Begitulah awal anak kecil itu masuk sekolah yang sekarang sudah berumur 6 tahun itu. Hari-harinya dipenuhi keceriaan, temannya pun semakin bertambah banyak. Aneka ragam bermainpun juga mulai ia kenal, obak benteng, picis, tekong (permainan lembar batu dan petak umpet), lompat tali dan sebagainya. Pada zaman itu memang belum ada permainan modern, tidak ada hand phone, komputer, semua permainan tradisional, bahkan tak jarang anak-anak menikmati alam yang segar untuk bermain lepas.Lamunannya akan anak kecil itu terhenti tatkala seseorang menegurnya dari belakang “ Maaf pak mengganggu sebentar, ada berkas yang harus bapak tanda tangani segera “ Ucap seorang lelaki sambil menyodorkan berkas yang dimaksud”, Ia pun kemudian menandatangani berkas tersebut dan memberikannya kembali kepada lelaki tadi, “ terima kasih pak, Iya sama-sama Her “. Kemudian lelaki yang disebut tadi berkata “ saya perhatikan sepertinya Bapak begitu asik memperhatikan anak-anak bermain “, ah…iya Her, melihat mereka bermain saya jadi kepikiran memasukkan agenda sehari bermain tradisional dalam acara peringatan hari jadi sekolah nanti, ucapnya “ waah,,,ide bagus tuh pak, saya dukung pak, anak sekarang memang harus kita kenalkan dengan permainan tradisional. Ia pun tersenyum mendengar ucapan lelaki itu lalu berkata “ ingatkan saya nanti ketika agenda rapat sekolah, Siap pak, sambil tersenyum ! Kemudian lelaki itu permisi melanjutkan pekerjaannya. Lalu satu persatu permainan tradisional itu kembali bermain dalam ingatannya…
Mengingat semua permainan itu tak ayal membuatnya tersenyum, bagaimana anak kecil itu bermain bersama saudara-saudaranya, adiknya yang pemberani, kakak-kakaknya yang juga suka mengalah.
Suatu ketika anak kecil itu begitu senang ketika pakdenya mengajaknya berkunjung ke kampung halamannya untuk bertemu dengan orang tua dan saudara-saudaranya, disitulah kebahagiaan yang tak pernah terukir rasa kangenpun meluap saat-saat mereka bertemu, kadang tertawa, kadang juga bertengkar, begitulah kehidupan anak kecil. Namun tidak bisa berlama-lama karena harus kembali bersekolah.
Kembali melakukan rutinitas keseharian selepas balik dari kampung halamannya, pagi-pagi ia sudah harus mandi supaya sempat beli sarapan kegemarannya di warung pak jono, nasi campur dengan lauk tempe mendoan. ia kembali tersenyum simpul ketika mengingat itu dan ia yakin anak kecil itu pasti sangat bersyukur dengan apa yang pernah ia lalui dimasa kecilnya.
Pikirannya terus berputar pada kenangan anak kecil itu, hingga ia kembali mengingat kala anak kecil itu yang selalu ditakut-takuti akan disuntik pak dokter jika nakal. Bahkan suatu hari ia yang sedang asyik bermain di rumah temannya tanpa sengaja melihat seorang bapak dari temannya sedang memegang suntikan lalu menancapkan di bagian pahanya, yang kemudian hari baru ia ketahui jika bapak itu sedang mengobati sakitnya dan rutin melakukannya sendiri karena ia seorang tentara bagian kesehatan. Tiba-tiba Bapak itu melihat kehadiran anak kecil itu dan kemudian memanggilnya “sini le, kalau mau ku suntik” dengan wajah ketakutan anak kecil itupun berlari sambil menangis. Ketika suatu hari di sekolah ada kegiatan vaksin, anak kecil itu menangis ketakutan membayangkan ia akan ditusuk jarum suntik, yang sangat menyakitkan. Setiap orang yang datang dengan pakaian necis ke rumahnya, dianggapnya seorang dokter atau mantri yang siap menancapkan jarum suntiknya, tak ayal anak itupun menangis ketakutan
Tanpa sadar badannya bergidik seolah bisa merasakan ketakutan anak kecil itu akan jarum suntik, dan sepertinya rasa takut terhadap jarum suntik itu terus menghantui anak kecil itu hingga sekarang, seakan menjadi kenangan tak terlupakan…
Bersambung...