Monday, November 22, 2021

GURU ABAD 21 (Reorientasi Peran Guru dalam Menghadapi Generasi Abad 21)

 

Banyak cerita dari rekan-rekan sejawat, bahwa pendidikan era tahun 70 hingga 90-an, adalah era terbaik. Pada zaman itu, murid begitu hormat dengan gurunya, murid juga takut dengan gurunya, setiap tugas yang diberikan dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Bahkan ketika ada kekerasan sedikit yang dilakukan oleh guru hamper tidak ada yang melawan, orang tuapun juga tidak serta merta membela anaknya dan menyalahkan gurunya. Itulah kira-kira obrolan seputar pendidikan di kalangan para guru, yang intinya ingin membandingkan pendidikan masa kini dengan masa dulu.

Baiklah, mari lihat bagaimana pendidikan zaman dulu dari beberapa sudut pandang, agar pemahaman kita utuh dan bisa membandingkannya dengan masa kini dengan proporsional. Itu bias kita lihat dari sisi kurikulumnya, alat bantu yang digunakan, akses belajar dan juga sumber informasi.

1.        Kurikulum

Kurikulum yang sangat popular pada zaman itu adalah kurikulum 94, dimana sistem pembelajarannya cenderung di dalam kelas, selain itu, guru juga mengejar target berupa materi yang harus dikuasai siswa. Namun, kesalahan yang dilakukan siswa dalam memahami pelajaran, tidak dianggap kegagalan. Hal tersebut hanya merupakan bagian dari proses belajar.

2.        Alat Bantu Pendidikan

Karena saat itu teknologi belum berkembang sebagaiman saat ini, alat bantu pendidikanpun juga sangat sederhana. Papan tulis dan kapur tulis adalah alat utama yang digunakan dalam proses belajar di kelas, dibantu dengan penunjuk papan yang terbuat dari kayu atau bamboo, yang kadang-kadang alat ini yang ditakuti anak didik, karena selain untuk penunjuk kadang juga di gunakan untuk memukul jika siswa dianggap melanggar.

3.        Akses Pelajaran

Akses belajar pada saat itu sangat terbatas, selain di sekolah sebagai tempat belajar adalah kelompok-kelompok kecil dari kumpulan teman-temannya dan ini sebagai kelompok belajar yang meleka lakukan di luar sekolahnya

4.        Sumber Informasi

Sumber informasi untuk mendukung kegiatan belajar sangat terbatas sekali. Teknologi digital masih sangat jauh tertinggal, sehingga media-media sebagai sumber informasi dan belajarpun juga sangat terbatas. Saat itu yang ada hanya radio dan televise itupun hanya beberapa orang saja yang memiliki.

5.        Tujuan Bersekolah

Orang tua menyekolahkan kita dengan tujuan untuk mempelajari dan memahami ilmu yang belum diketahui. Bahkan, mereka menginginkan karakter kita bisa terbentuk agar dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Nilai-nilai karakter ini meliputi rasa tanggung jawab, kejujuran, sopan santun, dan semangat belajar. Dalam hal ini orang tua sangat berperan dalam mendampingi anaknya, mereka bias lebih focus karena hamper tidak ada pengaruh yang mengalihkan perhatiannya untuk mendampingi anaknya.

Dari 5 sudut pandang di atas, maka beberapa hal yang bias kita simpulkan :

Pertama, secara umum pendidikannya masih sangat tertinggal, meskipun bukan berarti sistem pendidikannya rendah. Bahkan tujuan pendidikan mudah tercapai karena kolaborasi yang baik antara guru dengan orang tua.

Kedua, hampir tidak ada pengaruh lingkungan yang signifikan dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena keterbatasan akses informasi, keterbatasan teknologi baik itu pengaruh smart phone maupun alat digital lainnya.

Ketiga, Perhatian dari semua pihak terhadap peserta didik, sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai, tentu ini menjadi pelajaran penting untuk semua stake holder bahwa pendidikan harus menjadi tanggung jawab bersama.

Bagaimana pendidikan saat ini? Zaman abad 21, dimana teknologi sangat mendominasi kehidupan manusia masa kini. Apakah masih relevan pandidikan di era 70 an dengan era sekarang? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang sering terlontar di masyarakat kita. Kadang pertanyaan itu muncul di tengah kekhawatiran orang tua akan pengaruh teknologi yang luar biasa, dan juga rasa tidak percaya dengan lembaga pendidikan yang mengkin karena dianggap tidak mampu dalam melaksanakan fungsinya.

Pertanyaan di atas menjadi tantangan sekaligus menjadi tugas berat dunia pendidikan karena zaman terus berubah, dan teknogi berkembang begitu pesat, zaman yang disebut sebagai era Industri 4.0. Sementara Sumber Daya Manusia, masih banyak dari masa sebelum era digital, mereka lahir di era sebelum era digital, sebut saja mereka ada emigrant IT. Sementara peserta didiknya lahir saat dimana teknologi berkembang begitu pesatnya, sebut saja mereka adalah native IT. Mereka tumbuh dan besar juga di era teknologi, sehingga tidak heran jika mereka begitu menguasai teknogi dibandingkan dengan orang tuanya yang lahir sebelum era teknologi, khususnya smart phone.

Menurut Dyah, dalam tulisannya yang dimuat dalam https://graduate.binus.ac.id/ , Secara umum, Industri 4.0 menggambarkan tren yang berkembang menuju otomasi dan pertukaran data dalam teknologi dan proses dalam industri manufaktur. Tren-tren tersebut diantaranya adalah Internet of Things (IoT), Industrial Internet of Things (IioT), Sistem fisik siber (CPS), artificial intelligence (AI), Pabrik pintar, Sistem Komputasi awan, dan sebagainya. Bahkan pada rancangan Industrial Internet of Things, level industri ini menciptakan sistem manufaktur di mana mesin di pabrik dilengkapi dengan konektivitas nirkabel dan sensor untuk memantau dan memvisualisasikan seluruh proses produksi. Bahkan pembuatan keputusan secara otonomi juga bisa dilakukan langsung oleh mesin-mesin tersebut. Singkatnya, industri 4.0 adalah tentang transformasi digital. Era industri ini akan memungkinkan otomatisasi peralatan-peralatan dengan sistem gabungan yang dapat bekerja sama satu sama lain. Teknologi ini juga akan membantu memecahkan masalah dan melacak proses, sekaligus meningkatkan produktivitas dalam bisnis dan manufaktur di berbagai skala. Tentunya, penerapan industri ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas demi hajat hidup orang banyak.

Menurut Prof.Dwi Korita Karnawati, pernah menyampaikan bahwa “Revolusi Industri 4.0” dalam 5 (lima) tahun mendatang akan menghapus 35% jenis pekerjaan dan bahkan 10 tahun yang akan datang jenis pekerjaan yang hilang bertambah menjadi 75%.”, tentu ini sangat menghawatirkan karena ini akan menyebabkan tingkat pengangguran di Indonesia akan terus bertambah jika SDM nya tidak berkualitas. Apalagi di masa Indonesia Emas, dimana pada masa itu kita mendapatkan bonus demografi, masa dimana usia produktif semakin banyak. Dan jika tidak diimbangi dengan kompetensi yang cukup, maka mereka akan kalah bersaing, dan pada saat itu angka pengangguran semakin bertambah banyak.

Bagaimana kesiapan SDM sekolah khususnya guru dalam mengelola pendidikan di abad 21? bagaimana kesiapan guru dalam menerapkan pembelajaran di era ini?, maka jawabannya adalah bagaimana guru menjadi fasilitator dari generasi abad ini, guru juga harus memahami kebutuhan penting yanng menjadi bekal dalam persaingan di abad 21 ini.

Menurut Anies Baswedan dalam kesempatannya memberikan sambutan dalam pembukaan OSN di Palembang pada 2016. paling tidak ada 3 bekal yang harus dimiliki oleh generasi abad 21 dalam menghadapi era Industri 4.0, yaitu kompetensi, karakter dan literasi. Maka, seorang guru abad 21 juga minimal harus memiliki 3 pilar tersebut.

1.      1.      Kompetensi

Kompetensi adalah satu keharusan yang harus dimiliki oleh setiap guru, mereka harus ahli dalam bidangnya, tidak sebatas pengetahuan saja tetapi juga keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai standar.  Kebutuhan kaum millenial (baca : peserta didik) harus di jawab dengan kompetensi, karena kaum millenial juga menghadapi tantangan yang sama, yaitu era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan persaingan. Jika kemudian mereka tidak punya bekal yang cukup maka mereka akan menjadi penonton bahkan kuli di negerinya sendiri.

masih menurut Anies, kompetensi yang menjadi tuntutan di abad ini adalah berfikir kritis, kreativitas, kolaborasi dan komunikasi. Berfikir kritis adalah sikap yang membuka wawasan dan fikiran mensikapi berbagai persoalan, sehingga dengan kompetensi ini guru diharapkan mampu memahami segala persoalan di lapangan sekligus mampu memberikan solusi dari permasalahan itu. Kreatifitas merupakan kompetensi yang menjadikan seorang guru mampu membaca situasi untuk kreatif dalam melakukan perubahan dalam pembelajaran, mengerti akan kebutuhan anak didiknya dan juga mampu menciptakan suasana baru dalam pembelajarannya. Kolaborasi dan komunikasi juga kompetensi penting di era ini, seorang guru tidak boleh menutup diri, dan pintar untuk dimiliki sendiri, akan tetapi seorang guru harus mampu berkolaborasi sekaligus membuka komunikasi secara baik dengan anak didiknya.

2.      2. Karakter

Salah satu perubahan mendasar dalam era Industri 4.0 ini adalah perubahan nilai-nilai sosial di tengah masyarakat. Teknologi memungkinkan terjadinya penurunan nilai-nilai sosial. Maka penguatan karakter menjadi satu keharusan yang harus dilakukan. Apakah itu karakter? Bagaimana menguatkannya?

Menurut beberapa ahli diantaranya adalah :

W. B. Saunders ; Karakter adalah suatu sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh seorang individu. Karakter seseorang dapat terlihat dari berbagai atribut dalam tingkah lakunya sehari-hari.

Alwisol ; Karakter adalah suatu penggambaran tingkah laku yang dilakukan dengan memperlihatkan dan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk), secara implisit maupun eksplisit.

John Maxwell ; Pengertian karakter jauh lebih baik dibandingkan dengan sekadar perkataan. Lebih lanjut, Maxwell mengatakan karakter adalah suatu pilihan yang dapat menentukan tingkat kesuksesan seseorang.

Kamisa ; Karakter adalah suatu sifat Kejiwaan, akhlak, serta budi pekerti yang dimiliki seseorang yang membuatnya berbeda dengan orang lainnya.

Soemarno Soedarsono ; Karakter adalah suatu nilai yang terpatri dalam diri seseorang yang didapatkan dari pengalaman, pendidikan, pengorbanan, percobaan, serta pengaruh lingkungan yang kemudian dipadupadankan dengan nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan menjadi nilai intrinsik yang terwujud di dalam sistem daya juang yang kemudian melandai sikap, perilaku, dan pemikiran seseorang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); Menurut KBBI, arti karakter adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak.

Jika kita simpulkan, karakter adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya.

Lalu karakter yang seperti apa yang dibutuhkan saat ini? Masih menurut Anies Baswedan, setidaknya ada dua karakter yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu karakter moral dan karakter kinerja. Karakter moral meliputi iman, takwa, jujur, rendah hati dan lainnya. Sedangkan kinerja meliputi, kerja keras, ulet, disiplin, tuntas dan sebagainya. Keduanya harus ada dalam diri seorang guru, dan bukan salah satunya. Karena banya yang merasa cukup dengan moral saja, meraka beriman, rajin dalam ibadah, mengedapankan kejujuran, baik aklaknya, tetapi kinerjanya tidak baik, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab dan lain sebagainya. Sebaliknya banyak juga yang memiliki kinerja yang baik, tarcapai target pekerjaannya, disiplin dalam mengatur waktunya, tetapi mereka lupa memenuhi hak-hak ruhiyahnya, mereka tidak jujur hingga akhirnya dipenjara karena ketidak jujurannya. Oleh karena itu dua karakter inilah yang harus dihadirkan dalam diri seorang guru.

3.      Literasi

Luasnya wawasan seseorang tergantung dari kemampuan literasinya. Oleh karena itu ayat Al Quran yang pertama kali turun adalah tentang perintah “membaca” Iqra! (Iqra Bismimrobbikalladzi kholaq) “bacalah dengan menyebut nama Tuhan mu yang menciptakan”  dan dilanjutkan di ayat ke 4 tentang perintah “menulis” (‘Alamal insaana maalam ya’lam) “yang mengajarkan manusia dengan pena”, ini maknanya mengajarkan dengan tulisan. Dan pada ayat-ayat berikutnya bagaimana Tuhan mengajarkan pada manusia tentang pengetahuan. Agar dengan demikian tertanamlah wawasan dan pengetahuan dengan baik. Begitu pentingnya kemampuan literasi ini, apalagi di era teknologi, informasi datang tak terbendung, sehingga berbagai upaya harus dilakukan untuk menumbuhkannya. Literasi menurut anies meliputi minat dan daya. Minat baca harus tumbuh dan daya baca harus mengikutinya. Hal yang mengejutkan terjadi di tahun 2016, dimana satu penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity” tentang Most Littered Nation In the World, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Ini sangat memprihatinkan, dan yang lebih membuat kita harus mengurut dada adalah Indonesia masih lebih rendah dengan Negara-negara tetangga, misalnya Malaysia dan Thailand. Ditahun 2019 minat membaca sudah mulai membaik, tetapi daya bacanya masih rendah. Oleh karena itu pemerintah sendiri saat ini sedang giat-giatnya melakukan program literasi baik itu di sekolah denga program Program Literasi Sekolah (GLS) maupun di masyarakat.

Tiga pilar itulah yang menurut saya mampu menjawab tantangan abad 21 ini sekaligus menjadi bekal setiap guru dalam mengahdapi era teknologi dan globalisasi di abad 21 ini. Ini sebagai bentuk reorientasi peran guru dalam menghadapi generasi abad 21, agar mereka mampu dan kokoh perkembangan zaman yang begitu cepat berubah, dengan bekal kompetensi, karakter dan literasi yang baik.

 

 

Sumber

https://graduate.binus.ac.id/2021/03/01/teknologi-digital-sebagai-kunci-utama-pada-era-industri-4-0/

https://realitasonline.id/artikel/pengembangan-sdm-pada-era-revolusi-industri-4-0/

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/05/tiga-pilar-hadapi-perubahan-zaman-literasi-kompetensi-dan-karakter

No comments:

Post a Comment